Menilik Regulasi Pemilihan di Aceh: Antara Hirarkhisitas dan Keistimewaan
|
Panwaslih_Penanganan Pelanggaran merupakan tugas Bawaslu sebagai upaya penegakan hukum terhadap tindakan yang bertentangan, melanggar atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu atau Pemilihan. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana telah diubah dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2020.
Berbeda dengan Provinsi lain, lembaga pengawas pemilihan di Provinsi Aceh terdapat dua lembaga pengawas yang dibentuk oleh undang-undang yang berbeda. Panwaslih Provinsi Aceh dibentuk dengan undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 yang bersifat permanen dan Panwaslih Aceh yang dibentuk berdasarkan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 yang bersifat sementara. Dualisme lembaga tersebut tentu menyebabkan kewenangan mengawasi menjadi sumir termasuk kewenangan penanganan pelanggaran.
Dualisme lembaga pengawas dalam mengawasi jalannya Pilkada Serentak di Aceh bukanlah sebuah keinginan, dengan mempertimbangkan efesiensi waktu, kinerja dan anggaran. Karena jika salah satu unsur penyelenggara Pilkada dihadapkan pada ketidak pastian hukum mengenai status ganda kelembagaan serta legitimasi Panwaslih Provinsi dan Panwaslih Kabupaten/Kota akan menjadikan penanganan pelanggaran pemilihan tidak maksimal.
Untuk memperoleh pemahaman yang kritis dan akademis, Panwaslih Provinsi Aceh memandang perlu melakukan Rapat di Dalam Kantor Kepastian Hukum Dualisme Lembaga Pengawas Pemilihan di Aceh. Narasumber dalam kegiatan ini diisi oleh Akademisi yaitu Khairil Akbar, SH., MH (Dosen Fakultas Hukum Unsyiah) dengan peserta dari Panwaslih Provinsi Aceh, Perwakilan Panwaslih Kabupaten/Kota, Akademisi dan Mahasiswa. RDK ini bertujuan untuk menemukan kontruksi hukum yang memberi kepastian bagi lembaga pengawas pemilihan di Aceh dalam menjalankan kewenangannya serta menyusun strategi pencegahan pelanggaran pemilihan yang efektif.
Tag
berita